Thursday, June 27, 2013

Sunah Fitrah (2) - Khitan

Khitan bagi laki-laki adalah memotong kulit yang menutup ujung penis, sementara khitan bagi wanita adalah mengambil sedikit daging di ujung klitoris. Tujuannya adalah untuk menjaga agar di sana tidak terkumpul kotoran, juga agar leluasa untuk kencing, dan supaya tidak mengurangi kenikmatan dalam bersenggama. (Fiqh Sunah, 1/37).

Dalil
اخْتَتَنَ إِبْرَاهِيمُ بَعْدَ ثَمَانِينَ سَنَةً وَاخْتَتَنَ بِالْقَدُومِ

“Ibrahim berkhitan setelah mencapai usia 80 tahun, dan beliau berkhitan dengan Al Qodun” (HR. Bukhari)

فَاتَّبِعُوا مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا

Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus.”(Ali Imran: 95). Dengan berkhitan berarti kita meneladani Ibrahim alaihis salam

Hukum Khitan
·      Wajib bagi laki-laki dan perempuan (Imam Syafi’i dan Ahmad)
·      Sunah bagi laki-laki dan perempuan (Abu Hanifah dan Malik)
·      Wajib bagi laki-laki dan sunah bagi perempuan (Shohih Fiqh Sunah, I/98)

- Wajibnya Khitan Bagi Laki-Laki
Dalil yang menunjukkan tentang wajibnya khitan bagi laki-laki adalah:

1). Hal ini merupakan ajaran dari Nabi terdahulu yaitu Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dan kita diperintahkan untuk mengikutinya. Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Ibrahim -Al Kholil- berkhitan setelah mencapai usia 80 tahun, dan beliau berkhitan dengan kampak.” (HR. Bukhari)

Allah Ta’ala berfirman,
ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Kemudian kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” (An Nahl: 123)

2).    Nabi memerintah laki-laki yang baru masuk Islam dengan sabdanya,
أَلْقِ عَنْكَ شَعْرَ الْكُفْرِ وَاخْتَتِنْ

“Hilangkanlah rambut kekafiran yang ada padamu dan berkhitanlah.” (HR. Abu Daud dan Baihaqi, dan dihasankan oleh Al Albani). Hal ini menunjukkan bahwa khitan adalah wajib.

3).    Khitan merupakan pembeda antara kaum muslim dan Nasrani. Sampai-sampai tatkala di medan pertempuran umat Islam mengenal orang-orang muslim yang terbunuh dengan khitan. Kaum muslimin, bangsa Arab sebelum Islam, dan kaum Yahudi dikhitan, sedangkan kaum Nasrani tidak demikian. Karena khitan sebagai pembeda, maka perkara ini adalah wajib.
4).    Menghilangkan sesuatu dari tubuh tidaklah diperbolehkan. Dan baru diperbolehkan tatkala perkara itu adalah wajib. (Lihat Shohih Fiqh Sunah, I /99 dan Asy Syarhul Mumthi’, I/110).

- Khitan Tetap Disyariatkan Bagi Perempuan
Adapun untuk perempuan, khitan tetap disyariatkan. Dalilnya adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya, “Apabila bertemu dua khitan, maka wajib mandi.” (HR. Ibnu Majah, shahih). Hadits ini menunjukkan bahwa perempuan juga dikhitan. Adapun hadits-hadits yang mewajibkan khitan, di dalamnya tidaklah lepas dari pembicaraan, ada yang dianggap dha’if (lemah) dan munkar. Namun hadits-hadits tersebut dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shohihah.

Jika hadits ini dha’if, maka khitan tetap wajib bagi perempuan sebagaimana diwajibkan bagi laki-laki, karena pada asalnya hukum untuk laki-laki juga berlaku untuk perempuan kecuali terdapat dalil yang membedakannya dan dalam hal ini tidak terdapat dalil pembeda. Namun terdapat pendapat lain yang mengatakan bahwa khitan bagi perempuan adalah sunah (dianjurkan) sebagai bentuk pemuliaan terhadap mereka.

Pendapat ini sebagaimana yang dipilih oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah dalam kitabnya Asy Syarhul Mumthi’. Beliau mengatakan, “Terdapat perbedaan hukum khitan antara laki-laki dan perempuan. Khitan pada laki-laki terdapat suatu maslahat di dalamnya karena hal ini akan berkaitan dengan syarat sah shalat yaitu thoharoh (bersuci). Jika kulit pada kemaluan yang akan dikhitan tersebut dibiarkan, kencing yang keluar dari lubang ujung kemaluan akan ada yang tersisa dan berkumpul pada tempat tersebut. Hal ini dapat menyebabkan rasa sakit/pedih tatkala bergerak dan jika dipencet/ditekan sedikit akan menyebabkan kencing tersebut keluar sehingga pakaian dapat menjadi najis. Adapun untuk perempuan, tujuan khitan adalah untuk mengurangi syahwatnya. Dan ini adalah suatu bentuk kesempurnaan dan bukanlah dalam rangka untuk menghilangkan gangguan.” (Lihat Shohih Fiqh Sunah, I/99-100 dan Asy Syarhul Mumthi’, I/110).

Kesimpulan: Ada perbedaan pendapat tentang hukum khitan bagi perempuan. Minimal hukum khitan bagi perempuan adalah sunah (dianjurkan) dan yang paling baik adalah melakukannya dengan tujuan sebagaimana perkataan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin di atas yaitu untuk mengurangi syahwatnya.

Waktu Khitan

Hadits dari Jabir radhiallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengaqiqah Hasan dan Husain dan mengkhitan mereka berdua pada hari ketujuh (setelah kelahiran,-pen).” (HR. Ath Thabrani dalam Ash Shogir)

Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma mengatakan, “Ada tujuh sunah bagi bayi pada hari ketujuh, yaitu: pemberian nama, khitan,…” (HR. Ath Thabrani dalam Al Ausath)

Kedua hadits ini memiliki kelemahan, namun saling menguatkan satu dan lainnya. Jalur keduanya berbeda dan tidak ada perawi yang tertuduh berdusta di dalamnya. (Lihat Tamamul Minnah, 1/68).
Adapun batas maksimal usia khitan adalah sebelum baligh. Sebagaimana perkataan Ibnul Qoyyim: “Orang tua tidak boleh membiarkan anaknya tanpa dikhitan hingga usia baligh.” (Lihat Tamamul Minnah, 1/69).

Sangat baik sekali jika khitan dilakukan ketika anak masih kecil agar luka bekas khitan cepat sembuh dan agar anak dapat berkembang dengan sempurna. (Lihat Al Mulakkhos Al Fiqh, 37). Selain itu, khitan pada waktu kecil akan lebih menjaga aurat, dibanding jika dilakukan ketika sudah besar.

Perayaan Khitan

Tidak ada hadits shahih yang menganjurkan perayaan dalam rangka khitan, tidak pula terdapat atsar dari perbuatan para sahabat yang melakukan itu, jadi perayaan khitan tidak memiliki dasar dalam syariat yang suci. Adapun berbahagia dengan momentum khitan maka ia termasuk perkara yang disyariatkan, dan tidak mengapa membuat makanan sekedarnya sebagai wujud syukur kepada Allah. 

Dalam fatwa al-Lajnah ad-Daimah nomor 2392 pertanyaan pertama, “Apa hukum menari, merayakan dan berbahagia dalam rangka khitan?” 

Jawab, Adapun menari dan merayakan maka kami tidak mengetahui dasarnya dalam syariat yang suci, adapun berbahagia dengan khitan maka ia disyariatkan karena khitan termasuk perkara-perkara yang disyariatkan, Allah Ta’ala telah berfirman,

قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا [يونس : 58]

Katakanlah, ‘Dengan karunia Allah dan rahmatNya, hendaknya dengan itu mereka bergembira.” (Yunus: 58). Khitan termasuk karunia dan rahmat Allah, dan tidak mengapa membuat makanan dalam rangka ini sebagai ungkapan syukur kepada Allah atas hal itu. Selesai. 


Bagaimana dengan seseorang yang masuk Islam dalam usia dewasa dan khitan berat atasnya, apakah dia harus berkhitan atau khitan gugur darinya? 

Pertanyaan ini dijawab oleh al-Lajnah ad-Daimah, segala puji bagi Allah semata, shalawat dan salam kepada rasulNya, keluarga dan para sahabatnya, jika khitan berat atasnya setelah dia masuk Islam karena usianya yang tua maka ia gugur darinya, dia tidak dibebani berkhitan, karena dikhawatirkan hal itu menjadi sebab penolakannya untuk masuk Islam.

Dari artikel Khitan - http://www.alsofwah.or.id

Saturday, June 22, 2013

Sunah Fitrah (1)


1.             Pengertian Sunah Fitrah

Sunah Fitrah adalah suatu tradisi yang apabila dilakukan akan menjadikan pelakunya sesuai dengan tabiat yang telah Allah tetapkan bagi para hambanya, yang telah dihimpun bagi mereka, Allah menimbulkan rasa cinta (mahabbah) terhadap hal-hal tadi di antara mereka, dan jika hal-hal tersebut dipenuhi akan menjadikan mereka memiliki sifat yang sempurna dan penampilan yang bagus.

Hal ini merupakan sunah para Nabi terdahulu dan telah disepakati oleh syariat-syariat terdahulu. Maka seakan-akan hal ini menjadi perkara yang jibiliyyah (manusiawi) yang telah menjadi tabi’at bagi mereka. (Lihat Shohih Fiqhis Sunah, I/97).

2.             Faedah Mengerjakan Sunah Fitrah

Berdasarkan hasil penelitian pada Al Quran dan As Sunah, diketahui bahwa perkara ini akan mendatangkan maslahat bagi agama dan kehidupan seseorang, di antaranya adalah akan memperindah diri dan membersihkan badan baik secara keseluruhan maupun sebagiannya. (Lihat Shohih Fiqhis Sunah, I/97).

Ibnu Hajar rahimahullah berkata, bahwa sunah fitrah ini akan mendatangkan faedah diniyyah dan duniawiyyah, di antaranya, akan memperindah penampilan, membersihkan badan, menjaga kesucian, menyelisihi simbol orang kafir, dan melaksanakan perintah syariat. (Lihat Taisirul ‘Alam, 43).

3.             Dalil Sunah Fitrah

Sebagian dari sunah fitrah ini dapat dilihat dari hadits-hadits berikut ini:
1). Hadits dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْفِطْرَةُ خَمْسٌ الْخِتَانُ وَالِاسْتِحْدَادُ وَقَصُّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ وَنَتْفُ الْآبَاطِ

“Ada lima macam fitrah, yaitu: khitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak.” (HR. Bukhari no. 5891 dan Muslim no. 258)

2). Hadits dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عَشْرٌ مِنْ الْفِطْرَةِ قَصُّ الشَّارِبِ وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ وَالسِّوَاكُ وَاسْتِنْشَاقُ الْمَاءِ وَقَصُّ الْأَظْفَارِ وَغَسْلُ الْبَرَاجِمِ وَنَتْفُ الْإِبِطِ وَحَلْقُ الْعَانَةِ وَانْتِقَاصُ الْمَاءِ قَالَ زَكَرِيَّاءُ قَالَ مُصْعَبٌ وَنَسِيتُ الْعَاشِرَةَ إِلَّا أَنْ تَكُونَ الْمَضْمَضَةَ

“Ada sepuluh macam fitrah, yaitu memotong kumis, memelihara jenggot, bersiwak, istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung,-pen), memotong kuku, membasuh persendian, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, istinja’ (cebok) dengan air.” Zakaria berkata bahwa Mu’shob berkata, “Aku lupa yang kesepuluh, aku merasa yang kesepuluh adalah berkumur.” (HR. Muslim no. 261, Abu Daud no. 52, At Tirmidzi no. 2906, An Nasai 8/152, Ibnu Majah no. 293)

Di antara sunah fitrah tersebut adalah:
[1]     Khitan
[2]     Istinja’ (cebok) dengan air
[3]     Bersiwak
[4]     Memotong kuku
[5]     Memotong kumis
[6]     Memelihara jenggot
[7]     Mencukur bulu kemaluan
[8]     Mencabut bulu ketiak
[9]     Membasuh persendian (barojim) yaitu tempat melekatnya kotoran seperti sela-sela jari, ketiak, telinga, dll.
[10] Berkumur-kumur dan istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung), juga termasuk istintsar (mengeluarkan air dari dalam hidung)

Dari artikel 'Berhiaslah Dengan Sunah-Sunah Fitrah (1) — Muslim.Or.Id'

Sunday, June 16, 2013

Hatam

ولله اعلم بالصواب نسأل لله الكريم بجاه نبيه الوسيم، أن يخرجني من الدنيا مسلما، ووالدي وأحبائي ومن إلي انتمي، وان يغفر لي ولھم مقحمات ولمما، وصلى لله على سيدنا محمد بن عبد لله بن عبد المطلب بن ھاشم بن عبد مناف أجمعين والحمد لله رب العالمين
تم بعون لله تعالى متن سفينة النجا


Wallahu ‘Alamu Bish-Showwabi Nas-alullaha Al-Kariimu Bijaahi Nabiyyihi Al-Wasiimi An Yuhrijanii Mina Ad-Dunyaa Musliman Wa Walidayya Wa Ahibbaai Wa Man Ilayyannatama Wa Antaghfiro Lii Walahum Muqhimaatin Wa Laman Wa Shollallahu ‘Alaa Sayyidinaa Muhammadi Ibni Abdilllahi Bin ‘Ibdil-Miththolibi Bin Hasyim Bin ‘Abdi Manaafin Rosuulillaahi Ilaaa Kaafati Al-Kholqi Rosuuli Al-Malaahimi Habiibillahi Al-Mafaatihi Al-Khootimi Wa  Aalihi Wa Shohbihi Ajma’iina Wal-hamdulillahi Robbi Al-‘Alalamiina.


Alhamdulillahi Robbil-'Alamiin

Fasal 65 Sesuatu yang Masuk ke Dalam Tubuh yang tidak Membatalkan Puasa

فصل) الذي لا يفطِر مما يصل إلى الجوف سبعة أفراد: مايصل إلى الجوف بنسيان أو جھل، أو إكراة، وبجريان ريق بما بين أسنانه وقد عجز عن مجه لعذره، وما وصل إلى الجوف وكان غبار طريق، وما وصل إلية وكان غربلة دقيق، أوذبابا طائرا أو نحوه

Alladzii Laa Yufthiru Mimmaa Yashilu Ilaa Al-Jaufi Sab’atu Afrodin MaaYahilu Ilaa Al-Jaufi Binisyaanin, Au Jahlin, Au Ikroohin, Wa BijaryaaniRiiqin Bimaa Asnaanihi Wa Qod’ajaza ‘An Majjihi Li’udrihi, Wa maa Washola Ilaa Al-jaufi Wa Kaana Ghubaaro Thoriiqin, Wa Maa Washola Ilaihi Wa Kaana Ghurbalata Daqiiqin, Au Dzubaaban Thooiron Au Nahwahu.

Yang tidak membatalkan puasa sesudah sampai ke rongga mulut, ada 7 macam:
1)   Ketika kemasukkan sesuatu seperti makanan ke rongga mulut yang tidak disengaja
2)   Atau tidak tahu hukumnya
3)   Atau dipaksa orang lain
4)   Ketika kemasukkan sesuatu ke rongga mulut, sebab air liur yang mengalir diantara gigi-giginya, sedangkan ia tidak mungkin mengeluarkannya
5)   Ketika kemasukkan debu jalanan ke dalam rongga mulut
6)   Ketika kemasukkan sesuatu dari ayakan tepung ke dalam rongga mulut
7)   Ketika kemasukkan alat yang sedang terbang ke dalam rongga mulut.

Saturday, June 15, 2013

Fasal 64 Macam-macam Hukum Berbuka

فصل) الإفطار في رمضان أربعة انواع: واجب كما في الحائض والنفساء، وجائز كما في المسافر والمريض، ولاولاكما في المجنون، ومحرم كمن أخر قضاء رمضان تمكنه حتى ضاق الوقت عنه

Al-Ifthooru Fii Romadhoona Arba’atun: Waajibun Kamaa Fii Al-Haidhi Wa An-Nufasaai, Wa Jaaizu Kamaa Fii Al-Musaafiri Wa Al-Mariidhi, Wa Laa Wa Laa Kamaa Fii Al Majnuuni, Wa Muharromu Kaman Akhhkhro Qodhooa Romadhoona Ma’a Tamakkunihi Hatta Dhooqo Al-Waqtu ‘Anhu

Hukum membatalkan puasa (berbuka) di siang Ramadhan:
1)   Wajib, terhadap wanita yang haid dan nifas
2)   Boleh, terhadap musafir dan orang sakit
3)   Tidak diwajibkan, terhadap orang yang gila
4)   Haram, terhadap orang yang mengakhirkan/menunda qodho’  Ramadhan padahal mungkin untuk dikerjakan sampai waktu qodho’ tersebut tidak mencukupi



وأقسام الإفطار أربعة: أيضا ما يلزم فية القضاء والفدية وھو اثنان: الأول الإفطار لخوف على غيرة، والثاني الإفطار مع تأخير قضاء مع إمكانه حتى حتى رمضان آخر، وثانيھا مايلزم فية القضاء دون الفدية وھو يكثر كمغمى علية، وثالثھما ما يلزم فيه الفدية دون القضاء وھوشيخ كبير، ورابعھا لا ولا وھو المجنون الذي لم يتعد بجنونه

Wa Aqsaamu Al-Ifthoori Arba’atun: Aidhon Maa Yalzamu Fiihi Al-Qodhoou Wa Al-Fidyatu Wa Huwa Itsnaani: Al-Awwalu Al-Ifthoori Likhoufin ‘Alaa Gjoirihi, Wa Ats-Tsaanii Al-Ifthooru Ma’a Ta’khiiri Qodhooi Ma’a Imkaanihi hatta Ya’tii Romadhoonu Aakhoru. Wa Tsaaniihaa Maa Yalzamu Fiihi Al-Qodhoou Duuna Al-Fidyat1 Fahuwa YaktsuruKamughmaa ‘Alaihi, Wa Tsaalitsuhaa Ma Yalzamu Fiihi Al-Fidyatu Duuna Al-Qodhooi Wa huwa Syaikhun Kabiirun, Wa Roobi’uhaa Laa Wa Laa Wahuwa Al-Majnuunu Al-ladzi Lam Yata’adda Bijunuunihi.


Orang yang membatalkan puasanya (berbuka) dibagi menjadi 4:
1)   Orang yang wajib mengqodho’dan membayar fidyah, yaitu
[1]   Orang yam membatalkan puasa karena menghawatirkan orang lain (misalkan wanita yang mengkhawatirkan bayinya)
[2]   Orang menunda qodho’ puasanya sampai tiba ramadhan berikutnya
2)   Orang yang wajib mengqodho’ tanpa harus membayar fidyah, yaitu orang yang pingsan
3)   Orang yang wajib membayar fidyah tapi tidak wajib mengqodho’, yaitu orang yang sudah tua dan tidak kuat berpuasa

4)   Orang yang tidak wajib mengqodho’ dan tidak wajib membayar fidyah, yaitu orang yang gila yang tidak disengaja.

Monday, June 10, 2013

Fasal 63 Hal-hal yang Membatalkan Puasa


فصل) يبطل الصوم: بردة، وحيض، ونفاس، أو ولادة، وجنون ولو لحظة، وبإغماء، وسكر تعدى به إن عمَّا جميع النھار

Yabthulu Ash-Shoumu: Biriddatin, Wa Haidhin, Wa Nifaasin, Aw Wilaadatin, Wa Junuunin Walaulahdlotan, Wa Bighumaain, Wasakarin Ta’adda Bihi Inghomaa Jamii’a An-Nahaari

Hal-hal yang membatalkan puasa:
1)   Murtad
2)   Haid
3)   Nifas
4)   Melahirkan
5)   Gila walau sebentar
6)   Pingsan
7)   Mabuk yang disengaja jika terjadi sepanjang hari pada umumnya

Sunday, June 9, 2013

Fasal 62 Orang yang Wajib Meng-qadha' Puasa Disertai Membayar Kifarat

فصل) يجب مع القضاء للصوم الكفارة العظمى والتعزير على من أفسد صومه في رمضان يوما كاملا بجماع تام آثم به للصوم

Yajibu Ma’al-Qodhoi Lish-Shoumi Al-Kaffaratu Al-Udlma Wat-Ta’ziiru ‘Alaa Man Afsada Shoumahu Fii Romadhoona Yauman Kaamilan Bijimaa’in Taamin Aatsamin bihi Lish-shoumi

Wajib mengqodho puasa, membayar kifarat dan teguran terhadap orang yang membatalkan puasa di bulan Ramadhan satu hari penuh oleh sebab berjima, lagi berdosa bagi orang yang berzima terhadap puasa.

ويجب مع القضاء الإمساك للصوم في ستة مواضع: الأول في رمضان لافي غيره على متعد بفطره، والثاني على تارك النية ليلا في الفرض، والثالث على من تسحر  ظانا بقاء الليل فبان خلافة أيضا، والرابع على من افطر ظانا الغروب فبان خلافه ايضا، والخامس على من بان له يوم ثلاثين من شعبان أنه من رمضان، والسادس على من سبقه ماء المبالغة من مضمضة واستنشاق

Wayajibu Ma’al-Qodhoi Al-Ismaaku Lish-Shoumi Fii Sittahi Mawaadhi’a: Al-Awwalu Fii Romadhoona Laa Fii Ghoirihi ‘Alaa Muta’addin Bifithrihi, Wats-tsaanii ‘Alaa Taariki An-Niyyati Lailan Fii Al-Fardhin, Wats-Tsaalitsu ‘Alaa Mantasahharo Dlonnan Baqooi Al-Laili Fabaana Khilaafuhu, War-Roobi’u ‘Alaa Man Afthoro Dlonnan Al-Ghuruuba Fabaana Khilaafuhu Aidhon, Wal-Khomisu ‘Alaa Manbaanalahu Yauma Tsalaatsiina Sya’baanu Annahu Min Romadhoona, Was-Sadisu ‘Alaa Man Sabaqohu Maau Al-Mubaalahoti Min Maghmadhotin Wastinsyaaqin.

Dan wajib qodho’ puasa karena 6 perkara:
1)   Di bulan Ramadhan dan tidak pada bulan selain Ramadahan terhadap orang yang sengaja membatalkan puasa
2)   Terhadap orang yang meninggalkan niat pada malam hari puasa fardhu
3)   Terhadap orang yang sahur karena menyangka masih malam, kemudian diketahui bahwa fajar telah terbit
4)   Terhadap orang yang berbuka karena menyangka matahari sudah terbenam kemudian diketahui bahwa matahari belum tenggalam
5)   Terhadap orang yang meyakini bahwa hari tersebut akhir bulan Sya’ban tanggal 30, kemudian diketahui awal Ramadhan telah tiba
6)   Terhadap orang yang terlanjur maminum air dari kumur-kumur atau dari air yang dimasukkan ke hidung.

Thursday, June 6, 2013

Fasal 61 Rukun Puasa

فصل) أركانه ثلاثة أشياء: نية ليلا لكل يوم في الفرض، وترك مفطر ذاكرا مختارا غير جاھل معذور، وصائم

Arkanuhu Tsalaastata Asyyaa-a: Niyyatun Lailan Likulli Yaumin Fil-Fardhi, Wa Tarku Mufaththirin Dzaakiron Mukhtaaron Ghoiro Jaahilin Ma’Dzuurin, Wa Shooimun.

Fasal 61 Rukun puasa:
1)   Niat pada malamnya, yaitu setiap malam pada bulan Ramadhan
2)   Menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa ketika masih dalam keadaan ingat, bisa memilih (tidak ada paksaan) dan tidak bodoh yang ma’dzur
3)   Orang yang berpuasa